Semarang Makin Bersinar, Raih Penghargaan Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng.

SEMARANG – Predikat Kota Semarang sebagai kota inklusif semakin bersinar dengan prestasi terbaru yang diraihnya. Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sukses menorehkan pencapaian gemilang sebagai “Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial,” sebuah penghargaan bergengsi yang dianugerahkan oleh Institute For Democracy and Peace (SETARA) bekerja sama dengan INKLUSI, platform Kemitraan Indonesia-Australia. Prestasi ini menjadi bukti nyata komitmen Pemkot Semarang dalam mengarusutamakan inklusi sosial dalam pembangunan kota.

Penghargaan tersebut diserahkan oleh Direktur Eksekutif SETARA, Halili Hasan, kepada Agustina Wilujeng, Wali Kota Semarang, yang diwakili oleh Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang, Joko Hartono, dalam sebuah upacara di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (6/3/2025) sore.

“Penghargaan ini adalah pengakuan terhadap kualitas kinerja dan capaian pemerintah dalam menjalankan tata kelola yang inklusif. Ini menjadi agenda penting dalam pembangunan untuk memenuhi hak-hak warga negara,” ungkap Agustina Wilujeng, Wali Kota Semarang, dengan penuh rasa syukur dan bangga.

Kota Semarang mencapai skor tertinggi dengan nilai 3,6, sejajar dengan kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Denpasar, Padang, dan Jakarta Selatan. Agustina menegaskan bahwa predikat ini memotivasi pihaknya untuk terus menempatkan agenda inklusi sosial sebagai prioritas dalam setiap perencanaan pembangunan daerah.

“Inklusivitas adalah fokus utama kami. Dengan peringkat ini, kami semakin bersemangat untuk menyediakan lebih banyak ruang aksesibilitas dan layanan publik yang nyaman dan tanpa diskriminasi bagi semua,” tambahnya dengan semangat.

Penghargaan ini diselenggarakan bersamaan dengan peluncuran Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) oleh SETARA, yang memberikan apresiasi terhadap kondisi inklusi sosial di tingkat nasional dan di 24 kabupaten/kota di Indonesia. Inklusi sosial bertujuan memberikan kesempatan setara bagi setiap individu untuk berpartisipasi dalam semua dimensi kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan.

Penilaian Kota Semarang didasarkan pada dua variabel utama: variabel aspirasional dengan indikator seperti hak atas kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang layak; serta variabel pendekatan yang mencakup rekognisi, partisipasi, resiliensi, dan akomodasi untuk perempuan, disabilitas, minoritas agama, dan masyarakat adat.

Agustina mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung adopsi inklusi sosial dalam setiap kebijakan dan rencana kerja daerah. “Semoga penghargaan ini menjadi penyemangat kami untuk lebih dekat mewujudkan visi Kota Semarang sebagai kota inklusif,” tutupnya dengan penuh harapan.(*)

Pos terkait